Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bukti Pengaruh / Dampak Media Sosial Terhadap Kehidupan

 

TUGAS VC M14

NAMA                                      : Ajay Alfredo Almani

NPM                                         : 50420093

KELAS                                     : 2IA16

MATA KULIAH                      : Pengantar Web Science

DOSEN PENGAMPU             : Nia Yuningsih SKom.,MMSI




TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS GUNADARMA
2022


SOAL TUGAS M14


Bukti Pengaruh / Dampak Media Sosial Terhadap Kehidupan

 

Pendahuluan

Tiga milliar orang, sekitar 40% populasi dunia, menggunakan media sosial- dan menurut sejumlah laporan, kita menghabiskan rata-rata dua jam setiap hari untuk membagikan, menyukai, menulis cuitan dan memperbaharui perangkat ini. Artinya sekitar setengah juta cuitan dan foto Snapchat dibagikan setiap menit. Ketika media sosial memiliki peran besar terhadap kehidupan kita, apakah kita dapat mengorbankan kesehatan dan kesejahteraan jiwa serta waktu kita? Apa sesungguhya bukti yang ditemukan? Karena media sosial masih baru bagi kita, masih terbatas pula kesimpulan-kesimpulan yang cukup tegas. Riset yang ada kebanyakan bersandar pada pelaporan mandiri, yang seringkali tak kredibel. Dan mayoritas studi menfokuskan pada Facebook. Artinya, ini merupakan area riset yang berkembang pesat, dan berbagai petunjuk mulai bermunculan. BBC Future mengkaji penemuan sains tersebut:

·

Suasana Hati

Suasana hati adalah suatu bentuk keadaan emosional. Munculnya berbeda dari emosi karena cenderung tidak spesifik, tidak intens, dan tidak selalu muncul oleh stimulus atau kejadian tertentu. Suasana hati yang tidak normal dan terus menerus juga bisa terjadi karena efek dari kondisi medis atau penyakit tertentu. Beberapa kondisi medis yang umum menyebabkan gangguan mood ini, yaitu kanker, cedera, infeksi, atau penyakit kronis lain. Pada 2014, peneliti di Austria menemukan bahwa mood atau suasana hati para responden mereka lebih rendah setelah menggunakan Facebook selama 20 menit dibandingkan mereka yang hanya berselancar di internet. Studi menunjukkan bahwa orang merasa seperti itu karena mereka melihat hal itu membuang waktu. Suasana hati yang baik atau buruk juga menyebar antar orang di media sosial, menurut peneliti dari Universitas California, yang menilai konten emosional dari lebih satu milliar unggahan status dari lebih 100 juta pengguna Facebook antara 2009 dan 2012. Cuaca buruk meningkatkan jumlah unggahan negatif sampai 1%, dan peneliti menemukan bahwa satu unggahan negatif seseorang di kota yang sering diguyur hujan mempengaruhi 1,3 postingan negatif lainnya dari handai taulan yang tinggal di kota yang panas. Berita baiknya adalah unggahan yang menyenangkan memiliki pengaruh yang lebih kuat; masing-masing menginspirasi lebih dari 1,75 unggahan ceria. Apakah sebuah unggahan bahagia dapat mendorong meningkatkan suasana hati, masih belum jelas juga.

 

Kecemasan

Menurut Kholil Lur Rochman ( 2010 : 104) dalam (Sari 2020), kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Rasa cemas dapat bersifat normal dalam situasi yang menegangkan misalnya berbicara di depan umum atau mengerjakan ujian. Rasa cemas hanya indikator penyakit jika perasaan menjadi berlebihan, menguras tenaga dan pikiran, serta mengganggu kehidupan sehari-hari. Kekhawatiran dan rasa takut yang intens, berlebihan, dan terus-menerus sehubungan dengan situasi sehari-hari. Dapat terjadi hal-hal seperti jantung berdenyut kencang, napas tersengal-sengal, berkeringat, dan merasa lelah. Para peneliti mengkaji kecemasan yang disebabkan media sosial, ditandai dengan perasaan gelisah dan khawatir, dan susah tidur dan berkonsentrasi. Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Computers and Human Behaviour menemukan bahwa orang-orang yang menggunakan tujuh atau lebih jenis media sosial bisa menderita tiga kali atau lebih gejala kecemasan dibandingkan mereka yang hanya menggunakan 0-2 media sosial. Masih tak jelas jika dan bagaimana media sosial menyebabkan kegelisahan. Peneliti dari Universitas Babes-Bolyai di Romania mengkaji penelitian yang sudah ada mengenai hubungan antara kecemasan sosial dan jejaring sosial pada 2016, dan hasilnya masih beragam. Mereka menyimpulkan bahwa dibutuhkan penelitian lebih jauh.

 

Kesepian

Kesepian adalah emosi kompleks dan biasanya tidak menyenangkan, yang merupakan respon isolasi. Menurut Halim & Dariyo (2016) kesepian adalah suatu reaksi dari hilangnya ataupun ketidakhadiran sebuah hubungan yang dekat. Gierveld, dkk. (2006, dalam Dini & Indrajati, 2014) menyatakan bahwa kesepian adalah situasi yang dialami oleh seseorang yang merasakan hubungan yang kurang menyenangkan dan tidak diterima ke dalam sebuah hubungan yang diinginkan. Kesepian cenderung memiliki perasaan yang tidak bahagia dan merasakan kesendirian. Sedangkan menurut Russell (1996, dalam Sembiring, 2017) kesepian adalah suatu kondisi dimana individu tidak mendapatkan kehidupan sosial yang diinginkan pada kehidupan di lingkungannya. Merasa kesepian dapat bersifat normal, dan hanya indikator penyakit jika perasaan menjadi berlebihan, menguras tenaga dan pikiran, serta mengganggu kehidupan sehari-hari. Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Preventive Medicine Amerika pada tahun lalu, mensurvei 7.000 orang yang berusia 19 sampai 32 tahun dan menemukan bahwa mereka yang menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial, memiliki risiko dua kali lipat untuk mengalami keterkucilan sosial, yang meliputi rendahnya rasa sosial, kurang hubungan dengan sesama dan menjalani hubungan dengan berarti. Para peneliti menyebutkan, menghabiskan waktu lebih banyak di media sosial dapat menggantikan interaksi tatap muka, tapi juga dapat membuat orang merasa terasing. “Paparan terhadap penggambaran yang sangat ideal tentang kehidupan rekan sebaya memunculkan perasaan iri hati dan keyakinan yang keliru bahwa orang lain lebih bahagia dan memiliki kehidupan yang lebih sukses, yang mungkin meningkatkan perasaan keterkucilan sosial. ”

 

Pola Tidur

Pola tidur adalah bentuk yang bervariasi dari suatu keadaan dimana sistem fisiologis manusia mengistirahatkan tubuhnya dalam waktu tertentu untuk memulihkan dan memperbaiki sistem tubuh manusia melakukan kegiatan sehari- hari yang bisa dibangunkan dengan bantuan stimulus sensorik, audio maupun stimulus lainnya. Perubahan pola tidur terjadi karena adanya 'utang' tidur Perubahan pola tidur biasanya diawali dengan adanya perubahan waktu terjaga. Hal ini dapat disebabkan karena faktor umur, kesibukan, aktivitas, kebiasaan berolahraga, stress, dan berbagai kondisi lingkungan.Dulu manusia menghabiskan waktu mereka di malam hari dalam kegelapan, namun kita kita dikelilingi dengan pencahayaan buatan sepanjang siang dan malam hari. Para peneliti telah menemukan bahwa cahaya buatan ini dapat menghambat produksi hormon melatonin pada tubuh yang memudahkan untuk tidur. Dan cahaya biru, yang dipancarkan layar telepon pintar dan laptop dianggap sebagai biang keladinya. Dengan kata lain, jika Anda berbaring di atas bantal pada malam hari dengan mengecek Facebook dan Twitter, tidur Anda akan gelisah. Tahun lalu, para peneliti dari Universitas Pittsburgh bertanya pada 1.700 orang dengan rentang usia 18- sampai 30-tahun mengenai kebiasaan menggunakan media sosial dan tidur mereka. Para peneliti menemukan sebuah kaitan gangguan tidur – dan menyimpulkan cahaya biru merupakan salah satu penyebabnya. Seberapa sering mereka login, dan bukan brapa waktu yang dihabiskan di situs media sosial, diperkirakan merupakan penyebab dari gangguan tidur, yang menunjukkan sebuah sikap “pengecekan (media sosial) yang obsesif”, seperti dijelaskan oleh peneliti. Para peneliti mengatakan masalah ini dapat disebabkan oleh gairah psikologis sebelum tidur, dan cahaya terang dari perangkat kita dapat menghambat ritme. Tetapi mereka tak dapat memastikan apakah media sosial menyebabkan gangguan tidur, atau apakah mereka yang terganggu tidurnya menghabiskan waktu lebih lama di media sosial.


Kepercayaan Diri

Pengertian kepercayaan diri adalah suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam melakukan tindakan tidak terlalu sering merasa cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginan, dan memiliki tanggung jawab atas keputusan dan tindakan yang dilakukan. Kepercayaan diri juga bisa diartikan sebagai suatu sikap disertai penilaian atas kemampuan diri sendiri yang didasari dari pencapaian yang telah berhasil dilakukan sehingga memiliki kemampuan lebih dalam menilai kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Orang yang percaya diri mampu mendorong dirinya sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi setiap harinya.Selanjutnya kepercayaan diri merupakan sikap mental seseorang dalam menilai diri maupun objek sekitarnya, sehingga individu mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya untuk dapat melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuannya. Contohnya seorang remaja harus yakin dapat meraih keberhasilan dengan usaha dan kerja kerasnya. Majalah perempuan dan penggunaan model dengan berat badan rendah dan foto yang diedit sejak dulu disebut mengacau-balaukan kepercayaan diri perempuan muda. Namun saat ini, media sosial dengan filter dan pencahayaan serta sudut pengambilan gambar yang cerdas, menjadi perhatian para aktivis. Situs media sosial membuat separuh penggunanya merasa tidak puas, menurut survei yang melibatkan 1.500 orang oleh sebuah badan pendukung kaum disabilitas, Scope. Dan separuh dari orang berusia 18-34 tahun mengatakan hal itu membuat mereka merasa tidak menarik. Sebuah studi yang dilakukan pada 2016 lalu di Penn State University menunjukkan bahwa melihat swafoto seseorang menurunkan kepercayaan diri, karena para pengguna membandingkan diri mereka dengan foto orang yang tampak paling bahagia. Para peneliti dari Universitas Strathclyde, Universitas Ohio dan Universitas Iowa juga menemukan bahwa perempuan membandingkan dirinya secara negatif terhadap swafoto perempuan lain. Tetapi bukan hanya swafoto yang dapat menurunkan kepercayaan diri. Sebuah studi pada 1.000 orang Swedia pengguna Facebook menemukan bahwa perempuan yang menghabiskan waktu lebih banyak di Facebook dilaporkan merasa kurang bahagia dan kurang percaya diri. Para peneliti menyimpulkan: “Ketika pengguna Facebook membandingkan kehidupan mereka dengan kehidupan orang lain yang tampak lebih sukses dalam karir dan memiliki hubungan yang bahagia, mereka dapat merasa bahwa kehidupan mereka kurang sukses dibandingkan dengan mereka.” Namun, salah satu studi terbatas mengisyaratkan bahwa dengan melihat profil Anda sendiri, bukan orang lain, mungkin memberikan peningkatan ego. Para peneliti dari Universitas Cornell di New York menempatkan 63 mahasiswa dalam kelompok yang berbeda. Sebagai contoh, beberapa duduk dengan cermin yang diletakkan di layar computer, sementara yang lainnya duduk di depan foto profil Facebook mereka sendiri. Facebook memiliki dampak yang positif terhadap kepercayaan diri dibandingkan dengan aktivitas lain yang meningkatkan kesadaran diri. Para peneliti menjelaskan cermin dan foto-foto membuat kita membandingkan diri kita sendiri dengan standar sosial, sementara melihat profil kita sendiri di Facebook mungkin meningkatkan kepercayaan diri karena lebih mudah mengendalikan bagaimana kita menampilkan diri kepada dunia. Mengapa kita harus percaya diri ? Intinya, rasa percaya diri akan bisa membuat kamu menjadi diri sendiri, menerima kelemahan, dan tidak membandingkan diri dengan orang lain, sehingga menjadi lebih semangat menjalani hari-hari. Semua tindakan dan prinsip akan membuat Sobat Ketik mengetahui tujuan yang dicapai

 

Relationship (Hubungan)

Hubungan (bahasa Inggris: relationship) adalah kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang memudahkan proses pengenalan satu akan yang lain. Hubungan terjadi dalam setiap proses kehidupan manusia. Hubungan dapat dibedakan menjadi hubungan dengan teman sebaya, orang tua, keluarga, dan lingkungan sosial. Secara garis besar, hubungan terbagi menjadi hubungan positif dan negatif.[1] Hubungan positif terjadi apabila kedua pihak yang berinteraksi merasa saling diuntungkan satu sama lain dan ditandai dengan adanya timbal balik yang serasi. Sedangkan, hubungan yang negatif terjadi apabila suatu pihak merasa sangat diuntungkan dan pihak yang lain merasa dirugikan. Hubungan pribadi adalah hubungan yang melibatkan perasaan antara dua individu atau lebih. Ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis tapi dalam kontek ini kita hanya menyentuh tentang hubungan antara pribadi karena hubungan jenis ini adalah lebih intim dibandingkan dengan jenis hubungan yang lain. Jika Anda pernah berbicara dengan seorang teman yang tengah mengecek Instagramnya melalui telepon genggamnya, Anda mungkin bertanya-tanya apa akibat media sosial terhadap hubungan orang. Bahkan kehadiran telepon dapat menganggu interaksi kita, terutama ketika kita berbicara mengenai sesuatu yang penting, menurut sebuah studi terbatas. Para peneliti yang menulis dalam Journal of Social and Personal Relationships,menugaskan 34 pasangan yang tak saling kenal agar melakukan percakapan selama 10 menit mengenai sebuah peristiwa menarik yang terjadi pada mereka baru-baru ini. Masing-masing pasangannya duduk di dalam sebuah bilik, dan separuh dari mereka menaruh telepon genggamnya di atas meja. Mereka yang sering mengintip telepon genggam kurang meyakinkan ketika diminta mengingat interaksi mereka, melakukan percakapan yang kurang berarti dan dilaporkan merasa kurang dekat dengan mitra mereka dibandingkan dengan orang lain yang memiliki buku catatan di atas mejanya. Hubungan romatis juga tidak kebal. Peneliti di Universitas Guelph di Kanada melakukan survei pada 300 orang berusia 17-24 tahun pada 2009 lalu mengenai apakah ada kecemburuan ketika menggunakan Facebook. Pertanyaannya antara lain, ‘Seberapa besar Anda merasa cemburu setelah pasangan Anda menambah teman lawan jenis yang tidak dikenal?’. Perempuan menghabiskan lebih banyak waktu di Facebook dibandingkan laki-laki, dan secara signifikan lebih merasa cemburu ketika mengaksesnya. Para peneliti menyimpulkan mereka “merasa lingkungan Facebook menciptakan perasaan tersebut dan meningkatkan kekhawatiran mengenai kualitas hubungan mereka”.

 

Kecanduan

Kecanduan atau ketagihan adalah saat tubuh atau pikiran kita dengan buruknya menginginkan atau memerlukan sesuatu agar bekerja dengan baik. Kita disebut pecandu bila kita memiliki ketergantungan fisik dan ketergantungan psikologis terhadap zat psikoaktif, contohnya kafeina, nikotin. Penyebab utama dari kecanduan adalah adanya perubahan yang terjadi pada otak. Ketika mencoba suatu zat atau aktivitas tertentu, beberapa orang mungkin akan menghindarinya dan beberapa orang yang lain bisa menjadi ketagihan. Istilah lain kecanduan internet adalah "adiksi internet". Kecanduan internet ditandai dengan penggunaan internet berlebihan akibat kurangnya kemampuan dalam pengendalian diri, dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, misalnya bolos kelas, penurunan prestasi sekolah dan berkurangnya jam tidur. Orang yang kecanduan Internet akan lebih cenderung mengalami depresi daripada orang normal karena orang yang mengalami kecanduan internet merasa dirinya tidak bisa hidup tanpa adanya ponsel atau komputer untuk akses ke internet. Meskipun pendapat dari sejumlah peneliti menyebutkan bahwa menulis cuitan mungkin lebih sulit dicegah dibandingkan dengan rokok dan alcohol, kecanduan media sosial tidak termasuk dalam diagnosa manual untuk gangguan kesehatan mental. Disebutkan, media sosial berubah lebih cepat dari yang dapat ikuti oleh para ilmuwan, jadi berbagai kelompok berupaya untuk melakukan studi perilaku kompulsif terkait dengan penggunaannya- sebagai contoh ilmuwan dari Belanda telah membuat skala mereka sendiri untuk mengidentifikasi kemungkinan kecanduan. Dan jika kecanduan media sosial memang ada, itu akan merupakan sebuah tipe kecanduan internet- dan itu tergolong merupakan sebuah gangguan (kesehatan). Pada 2011, Daria Kuss dan Mark Griffiths dari Universitas Nottingham Trent di Inggris menganalisa 43 studi sebelumnya yang mengkaji masalah tersebut, dan menyimpulkan bahwa kecanduan media sosial merupakan gangguan mental yang “mungkin” membutuhkan perawatan profesional. Mereka menemukan bahwa penggunaan berlebihan berkaitan dengan adanya masalah dalam hubungan, pencapaian akademik buruk dan kurang berpartisipasi dalam komunitas yang tidak terkait dengan internet. Disimpulkan pula bahwa mereka yang lebih rentan terhadap kecanduan media sosial antara lain mereka yang memiliki ketergantungan pada alkohol, orang yang sangat tertutup, dan mereka yang menggunakan media sosial sebagai kompensasi karena kurangnya hubungan pada kehidupan nyata.

 

Kesimpulan

Sangat jelas bahwa belum cukup bahan untuk menarik kesimpulan yang kuat. Bagaimanapun, bukti-bukti menunjuk pada satu arah: media sosial mempengaruhi orang secara berbeda, tergantung pada kondisi dan kepribadian yang sudah ada sebelumnya. Seperti makanan, judi dan banyak godaan lainnya di zaman modern, mungkin bagi sejumlah individu tidak disarankan penggunaan berlebihan. Namun di saat yang sama, bisa juga salah mengatakan bahwa media sosial secara universal merupakan sesuatu yang buruk, karena jelas membawa juga banyak manfaat bagi kehidupan kita.

 


Referensi : 

Post a Comment for "Bukti Pengaruh / Dampak Media Sosial Terhadap Kehidupan"